STABILISASI/
SOLIDIFIKASI SEBAGAI TEKNOLOGI
ALTERNATIF PENGOLAHAN LIMBAH LUMPUR BERMINYAK
MENJADI
BATA BETON
Dewi Rosani H1E109012
Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas
Lambung Mangkurat
Abstrak
Tujuan dari
penulisan
term paper ini adalah untuk mengetahui apakah stabilisasi /solidifikasi dapat digunakan sebagai
metode penanganan limbah lumpur berminyak yang diklasifikasikan sebagai limbah
B3. Penulisan ini mengacu pada jurnal
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Sampel limbah lumpur berminyak yang digunakan berasal dari dua negara,
yaitu industri kilang minyak
di Yunani
dan Petronas, Malaysia. Sejumlah
lumpur berminyak stabil dan dipadatkan (S/S) dengan komposisi yang berbeda dari dua jenis Ordinary Portland Cement
(OPC). Pencucian Pb, Ni dan Cr dalam semen berbasis bahan limbah
dipelajari dengan melakukan uji TCLP
(Toxicity Characteristic Leaching
Procedure). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa metode (S/S) sangat efektif dalam mengurangi pelindian logam berat lebih
dari 95%
pada industri kilang minyak di Yunani dan 92% di Petronas, Malaysia.
Kata
kunci : Kilang minyak, Limbah lumpur berminyak,
Solidifikasi, Stabilisasi
Pendahuluan
Lumpur berminyak yang dihasilkan kilang minyak bumi diklasifikasikan sebagai limbah B3. Di kilang minyak Yunani, limbah lumpur
berminyak yang dihasilkan hampir 34.000 ton pada tahun 1993. Pada tahun yang sama produksi lumpur berminyak di Eropa
adalah 448.000 ton. Terdapat
beberapa metode penanganan limbah
lumpur berminyak antara lain insinerasi, perbaikan secara biologis (landfarming), dan metode stabilisasi / solidifikasi. Landfarming
dianggap sebagai teknologi yang cukup berhasil dalam mendegradasi bahan organik dalam
limbah lumpur berminyak
namun tidak untuk kontaminan seperti
logam berat.
Di Amerika Serikat, pada Konservasi Sumber Daya dan Recovery Act (RCRA) telah
memperkenalkan insinerasi diikuti oleh (S/S) sebagai teknologi penanganan terbaik untuk limbah lumpur dari industri penyulingan minyak bumi. Karena teknologi insinerasi tidak selalu tersedia di setiap
negara, (S/S) dianggap
sebagai teknologi alternatif untuk pengelolaan limbah
lumpur berminyak yang lebih efektif.
Stabilisasi dan solidifikasi erat kaitannya dengan bahan kimia yang digunakan dan proses termal untuk detoksifikasi limbah berbahaya.
Menurut LaGrega et al., stabilisasi adalah proses di mana aditif yang dicampur
dengan limbah untuk meminimalkan tingkat perpindahan kontaminan pada limbah dan untuk mengurangi toksisitas limbah. Dengan
demikian, stabilisasi dapat digambarkan sebagai suatu proses dimana kontaminan
sepenuhnya atau sebagian terikat oleh penambahan media pendukung, binder atau
pengubah lainnya. Sehingga dapat disimpulkan, solidifikasi adalah proses yang menggunakan aditif dimana sifat fisik limbah (yang diukur
dengan sifat rekayasa kekuatan, kompresibilitas, dan / atau permeabilitas)
diubah selama proses tersebut. Dengan demikian, tujuan stabilisasi dan
solidifikasi akan mencakup reduksi dalam toksisitas limbah dan mobilitas serta
perbaikan dalam sifat teknis dari bahan stabil.
Tiga bidang utama aplikasi untuk teknologi stabilisasi
dan solidifikasi adalah: (1) stabilisasi limbah sebelum mengamankan pembuangan TPA,
(2) remediasi situs terkontaminasi dan (3) pemadatan limbah berbahaya, tidak berbahaya, limbah tidak stabil, seperti
lumpur.
Stabilisasi/ solidifikasi terdiri dari satu atau lebih dari mekanisme berikut: adsorpsi,
absorpsi, chemisorption, presipitasi, pertukaran ion, kompleksasi permukaan,
macroencapsulation, mikroenkapsulasi dan kimia penggabungan ke dalam sistem
semen terhidrasi. Kinerja limbah stabil umumnya diukur dalam hal tes pencucian
dan ekstraksi. TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) mengukur potensi limbah yang distabilkan untuk melepaskan kontaminan ke lingkungan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi apakah stabilisasi dan solidifikasi dapat digunakan sebagai metode alternatif
pengolahan lumpur berminyak. Sampel lumpur yang digunakan berasal
dari tangki minyak menyimpan dan unit centrifuge dari dua kilang di
Yunani dan Petronas, Malaysia. Percobaan ini dirancang untuk mempelajari pelindian logam
berat Pb, Cr dan Ni, yang terkandung dalam lumpur. Sejumlah lumpur berminyak
stabil dan dipadatkan (S/S) dengan komposisi yang berbeda dari
dua jenis Ordinary Portland Cement (OPC). Perilaku pencucian logam berat dalam
semen berbasis bahan limbah diuji dengan TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure).
Metodelogi
Penelitian dilaksanakan dalam empat tahapan: (1) Persiapan sampel limbah lumpur berminyak. Sampel dikeringkan
dalam oven pada 105 º C selama dua hari kemudian
dilakukan pengujian TCLP (Toxicity
Characteristic Leaching Procedure) dan Atom Adsorpsi Spectrometer (AAS) untuk mengetahui kandungan logam
berat sebelum dilakukan (S/S). (2) Penentuan komposisi campuran. Dalam penelitian ini, beton
telah dirancang
sebagai kelas 40 yaitu seharusnya mencapai setidaknya 40 MPa setelah 28 hari pengeringan menggunakan dua agregat (PFA dan
Lime) dan Ordinary Portland Cement (OPC).
(3) Uji kuat tekan. Perbandingan kinerja kekuatan beton diteliti dengan mengukur
perkembangan kuat tekan dengan waktu
pengeringan 7, 28 dan 56. Kuat tekan bebas ditentukan berdasarkan pada tiga sampel
identik disiapkan
dengan ukuran
kubus 100 mm × 100 mm × 100 mm.
(4) Pengujian TCLP (Toxicity
Characteristic Leaching Procedure) dan Atom Adsorpsi Spectrometer (AAS) sesudah S/S.
.
Tabel
1.
Komposisi Campuran untuk Pembuatan Beton
Komposisi
|
Sampel
|
Rasio
|
OPC
: PFA : Sludge
|
A
|
90:10:15
|
B
|
85:15:15
|
C
|
80:20:15
|
OPC
: LIME : Sludge
|
D
|
90:10:15
|
E
|
85:15:15
|
F
|
80:20:15
|
Hasil dan Pembahasan
Kuat Tekan. Table 2 menunjukkan hasil uji kuat
tekan setelah hari ke-7, 28 dan 56. Sasaran kuat tekan utama yang ingin dicapaiadalah dalam 28 hari.
Tabel 2. Kuat tekan Beton
Sampel
|
Komposisi
OPC
: (lime/ PFA) :Sludge
|
Desain
Konsebtrasi Kuat Tekan (MPa)
|
Konsentari
Kuat Tekan
|
Konsentrasi
Kuat Tekan 28 hari (%)
|
7
hari
|
28
hari
|
56
hari
|
A
|
90:10:15
|
40
|
16,6
|
25,1
|
30,0
|
62,8
|
B
|
85:15:15
|
17,1
|
26,4
|
30,1
|
66,0
|
C
|
80:20:15
|
7,9
|
17,2
|
29,2
|
43,0
|
D
|
90:10:15
|
10,2
|
19,2
|
25,6
|
48,0
|
E
|
85:15:15
|
13,2
|
24,1
|
28,2
|
60,2
|
F
|
80:20:15
|
18,3
|
22,0
|
29,3
|
55,0
|
Dari table tersebut dapat diketahui bahwa kuat tekan mengalami kenaikan yang signifikan namun di
sebagian besar spesifikasi kekuatan ditentukan pada usia 28 hari. Dapat diketahui bahwa pada campuran OPC: PFA:
Limbah Sludge dengan
komposisi 85:15:15 memberikan persentase kuat tekan tertinggi, yakni 66%. Sedangkan kuat tekan untuk campuran OPC: Lime: Sludge dengan komposisi yang sama lebih rendah
(60%). Kuat tekan aktual
yang dicapai untuk kedua campuran itu 26,4 MPa dan 24,1 MPa pada masing-masing sampel.
Toxicity Characteristic Leaching
Procedure (TCLP).
Tabel 3
menunjukkan penurunan
Zn setelah (S/S).
Tabel 3. Penurunan Zn setelah (S/S)
Sampel
|
Komposisi
OPC
: (lime/ PFA) :Sludge
|
Kandungan
Zn sebelum (S/S)
|
Kandungan
Zn sesudah (S/S) (Mg/L)
|
Penurunan
Zn (%)
|
28
hari
|
56
hari
|
A
|
90:10:15
|
103
|
TT
|
6,90
|
93,3
|
B
|
85:15:15
|
TT
|
7,37
|
92,8
|
C
|
80:20:15
|
TT
|
7,10
|
93,1
|
D
|
90:10:15
|
TT
|
6,50
|
93,7
|
E
|
85:15:15
|
TT
|
4,68
|
95,5
|
F
|
80:20:15
|
TT
|
5.84
|
94.3
|
*TT
: Tidak Terdeteksi
Tabel 3 menunjukkan bahwa penurunan Zn oleh (S/S) tidak
terdeteksi untuk salah
sampel pada
hari ke-28. Jumlah
maksimum Zn tercuci pada hari ke-56 adalah 7,4%
untuk campuran OPC: PFA:
Limbah Sludge (85:15:15),
sedangkan
jumlah minimum Zn tercuci adalah 4,7% untuk campuran OPC: Lime: Limbah Sludge (85:15:15). Umumnya penurunan Zn menggunakan OPC
dengan PFA atau
Kapur lebih efektif dan tingkat keberhasilannya
mencapai 93% .
Kesimpulan
PFA dan Lime memberikan hasil yang
sebanding berkaitan dengan kuat
tekan beton dan
tingkat penurunan Zn. Penggunaan PFA mencapai
kekuatan sedikit lebih tinggi (2,3 MPa atau 6%) dibandingkan dengan penggunaan Lime, tetapi Lime
menunjukkan kinerja yang lebih baik dalam hal penurunan Zn (95,5% untuk
kapur dibandingkan dengan 92,8% untuk PFA). Penambahan
limbah lumpur berminyak sebagai
aditif semen memiliki
pengaruh yang
signifikan pada pengembangan kuat
tekan dengan kuat tekan tertinggi
dicapai hanya 66%
dari nilai
desain. Limbah lumpur berminyak akan menjadi masalah karena sebagian besar mengandung
bahan organik dan logam
berat serta akan memburuk apabila dibiarkan menumpuk. Oleh karena itu, stabilisasi/
solidifasi dapat digunakan sebagai teknologi alternatif untuk mengatasi
permasalahan tersebut.
Referensi
Karamalidis, A.K;Voudrias, E.A.
(2001). Stabilitation/ Solidification of
Oil Refenery Sludge: Immobilization of Heavy Metals. 7th
International Conference on Environmental Science and Technology.
Omar, M.;dkk (2008). Solidification/ Stabilitation of Waste
Activated Sludge from Petroleum Refinery. International Conference on
Environmental.
Philemon, Z.B;Benoit, N.M (2012). Characterization of Polycyclic Aromatic Hydrocarbon
(PAHs) in Oily Sludge from Cameron Petroleum Refinery. International
Journal of Environmental Sciences. Vol.3.